Sosial Media malah bikin jadi Anti Sosial


Berikut pengalaman dari seorang yang bernama Alif Yanuar Zukmadini  menceritakan tentang anti-sosial : 




Saya pernah mengalami suatu pengalaman yang cukup membuat hati saya miris mengingatnya. Beberapa waktu lalu saya bertemu dengan teman lama saya yang kurang lebih sudah setahun tidak bertemu, bisa berkumpul kembali dan saling bertukar cerita dengan teman lama adalah hal yang paling saya nantikan. Namun saat bertemu, semua di luar dugaan saya, pertemuan yang seharusnya asyik dengan suasana obrolan yang renyah malah terasa sangat garing. Saya merasa kehadiran saya tidak ada gunanya saat itu, teman saya malah sibuk sendiri dengan gadget dan sosial medianya. Pengalaman kedua tentang pengabaian seseorang karena sibuk dengan sosial media, yaitu
 saat teman saya sedang sakit parah dan membutuhkan penanganan medis yang cepat. Saya mencoba untuk membawa teman saya ke rumah sakit, setelah mendapatkan perawatan di ICU, kondisinya semakin membaik dan teman saya dipindahkan ke ruangan rawat inap. Beberapa menit kemudian, dua orang sepupunya datang untuk melihat keadaannya. Saya menceritakan kondisi teman saya kepada sepupunya, kemudian saya memberitahu bahwa ada obat yang harus segera ditebus saat itu, “Mbak ini resep yang harus ditebus” ujar saya sambil menyerahkan resep dokter kepada sepupunya, namun dengan dinginnya sepupunya hanya berkata “Iya” sambil sibuk sendiri dengan gadgetnya. Saya berulang kali memberikan pengertian bahwa obat itu harus segera ditebus, namun usaha saya sepertinya sia-sia. Entah apa alasan seseorang bisa lebih peduli dengan sosial media dibanding dengan nyawa saudaranya sendiri!. Saya merasa bahwa kehadiran manusia di dunia ini tidak lebih berharga dari gadget. Tapi saya tidak bisa berbuat banyak dan berusaha untuk berpikir positif di balik sikap mereka yang “Always On”. Kedua pengalaman yang pernah saya alami membuat saya berpikir apakah sedemikian tidak pentingnya kehadiran manusia di dunia nyata dibandingkan kehadiran manusia di dunia maya? Saat ini orang terlalu gampang mengabaikan kehadiran orang lain di sekitarnya. Manusia menjadi sibuk mengurusi orang-orang di dunia maya namun di dunia nyata? Bagaimanapun persoalannya kita tidak bisa menyalahkan sosial media, tapi semua dikembalikan kepada penggunanya. Kenapa sosial media atau media sosial yang seharusnya bisa meningkatkan kepedulian sosial terhadap sesama justru membuat manusia menjadi bersikap antisosial dan tidak peduli dengan orang lain yang ada disekitarnya? Di mana letak nilai-nilai sosial dari sebuah media jika penggunanya sendiri tidak bisa menyikapinya dengan perilaku yang baik. Saya di sini ingin menjelaskan posisi saya sebagai penulis sekaligus sebagai pengguna sosial media yang setiap harinya juga tidak bisa lepas dari urusan sosial di dunia maya, namun ada rasa khawatir di dalam diri saya melihat fenomena mengenai orang-orang yang tergila-gila dengan sosial media yang ditangannya hampir setiap hari memegang Gadget. Gadget dan sosial media ibarat kembar siam yang terlahir dari dunia maya. Media sosial atau sosial media, nama yang sudah tidak asing lagi di dengar oleh orang-orang yang hidup di abad 21 saat ini. Dari namanya saja sudah menunjukkan bahwa media sosial merupakan suatu alat yang membantu manusia untuk bisa saling bersosialisasi dan berkomunikasi dengan menggunakan perangkat komunikasi tertentu. Jenis perangkat komunikasi yang masuk dalam kategori media sosial yang banyak digandrungi saat ini adalah media sosial berbasis online. Jenis media sosial berbasis online dipilih karena akses komunikasinya cepat, mudah, praktis, murah dan bisa diakses setiap waktu. Media sosial banyak digunakan sebagai alat komunikasi untuk kepentingan pekerjaan, bisnis, pendidikan, dan bahkan sebagai media untuk meraih popularitas. Tidak sedikit orang yang saat ini memiliki begitu banyak akun sosial hanya untuk sekedar mencari popularitas agar terus eksis di dunia maya. Indonesia termasuk negara pengguna sosial media terbesar di dunia. Menurut data dari Ditjen Informasi dan Komunikasi Publik (IKP), jenis sosial media yang paling banyak digunakan oleh penduduk Indonesia adalah Facebook dan Twitter. Indonesia berada di peringkat ke-4 sebagai pengguna Facebook terbesar setelah USA, Brazil, dan India. Sedangkan untuk pengguna Twitter, sebagaimana yang dilaporkan oleh PT Bakrie Telecom, pengguna Twitter di Indonesia mencapai 19,5 juta pengguna dari total sekitar 500 juta pengguna twitter di dunia, belum lagi ditambah dengan berbagai jenis sosial media lainnya. Jika dilihat dari banyaknya penggunaan sosial media di Indonesia maka bisa dikatakan Indonesia adalah negara yang penduduknya suka “bersosialisasi”. Benarkah demikian? tingginya penggunaan sosial media apakah mampu menjamin naiknya kepedulian sosial seseorang terhadap sesama? Dua contoh pengalaman yang saya alami menjadi bukti bahwa penggunaan sosial media tidak serta merta diikuti oleh semakin meningkatnya kepedulian sosial terhadap sesama. Penggunaan sosial media ternyata mampu membuat penggunanya lama-kelamaan cendrung memiliki sikap antisosial dengan orang-orang di sekitarnya. Sikap antisosial adalah sikap seseorang yang tidak mau peduli dengan hal-hal yang berhubungan dengan lingkungan dan orang-orang di sekitarnya. Sikap antisosial ditunjukkan seseorang dari tindakannya yang tidak mau berbaur, membatasi diri dengan urusan yang berhubungan dengan kemanusiaan atau kemasyarakatan. Orang yang bersikap antisosial suka menyendiri, tidak suka keramaian, tidak suka berkumpul dengan orang lain dan cendrung tertutup. Orang-orang antisosial memiliki cara tersendiri untuk bisa menghibur diri mereka. Menurut saya, orang yang bersikap antisosial justru sangat haus akan perhatian sosial, maka dari itu biasanya orang yang antisosial di dunia nyata akan mengupayakan bagaimana caranya untuk bisa mendapatkan perhatian dari orang-orang yang ada di dunia maya salah satu caranya adalah menggunakan sosial media. Lalu bagaimana media sosial atau sosial media justru membuat orang menjadi bersikap antisosial: 1.Penggunaan media sosial untuk hal-hal yang tidak penting akan cendrung membuat seseorang bersifat individualistik dan cendrung tertutup dengan kehidupan di lingkungannya. Pengguna sosial media menjadi kehilangan perhatiannya terhadap perubahan lingkungan di sekitarnya, dan tidak tanggap dengan perubahan tersebut. 2.Media sosial dianggap sebagai alat yang mampu menjanjikan popularitas dan penghargaan diri bagi penggunanya, mereka menganggap banyaknya orang yang menglike status, mengomentari status atau foto-foto mereka adalah suatu bentuk penghargaan terhadap diri mereka sendiri. Dengan demikian orang-orang di dunia maya merasa lebih mudah mendapatkan perhatian dari orang lain di sosial media dibandingkan dengan orang-orang yang ada di sekitar mereka. 3.Pengguna media sosial tahan berjam-jam melihat gadget dan mengecek akun mereka di bandingkan harus berlama-lama berdiskusi dengan teman, orang lain bahkan keluarganya sendiri. 4.Pengguna media sosial menganggap bahwa orang-orang yang ada di dunia maya lebih berpengaruh dalam kehidupan mereka di bandingkan dengan orang-orang yang ada di dunia nyata. 5.Tergila-gila dengan sosial media membuat komunikasi dengan orang di sekitar seperti keluarga dan sahabat malah menjadi renggang, orang antisosial biasanya sulit menemukan kehangatan dan keakraban dalam hubungannya dengan teman atau keluarga. 6.Pengguna sosial media memiliki “nilai sosial” yang tinggi di dunia maya, tapi antisosial untuk dunia nyata mereka. Betapa tidak, saat seseorang membuka akun mereka dan melihat status dari teman-teman mereka, pengguna sosial media langsung menunjukkan kepeduliannya dengan menglike, mengomentari, bahkan menghujatpun bisa dianggap sebagai bentuk kepedulian. Sebagai perbandingannya, saat seseorang mendengar bahwa tetangganya sedang ditimpa musibah, orang-orang “berjiwa sosial” yang eksis di dunia maya justru bersikap acuh tah acuh. 7.Sikap sosial yang ditunjukkan oleh pengguna sosial media adalah sikap semu sosial, saya katakan semu sosial karena yang mereka pedulikan adalah hal-hal yang sebenarnya tidak terlalu penting untuk diperdulikan, masih banyak hal di dunia nyata yang membutuhkan kepedulian nyata dari kita untuk membantu sesama. Demikianlah alasan kenapa media sosial bisa membuat orang-orang yang memilikinya akan cendrung bersifat antisosial. Sikap antisosial yang mereka tunjukan berupa ketidakpedulian mereka terhadap orang-orang yang keberadaannya ada di sekitar mereka. Tapi satu sisi, mereka menjadi sangat “peduli” dengan orang-orang yang ada di dunia maya. Apa jadinya kalau semua pengguna sosial media tidak peduli dengan orang-orang yang ada disekitarnya? Manusia di dunia nyata semakin tersudut keberadannya. Sedangkan manusia di dunia maya semakin eksis kian harinya. Terlepas dari baik dan buruknya media sosial, kita tidak bisa melimpahkan kesalahan mutlak ke sosial media, karena sosial media tidak berarti apa-apa tanpa ada penggunanya. Semua tergantung dari bagaimana kita sebagai pengguna sosial media memanfaatkan kemudahan akses komunikasi yang ada untuk peduli terhadap orang-orang yang ada di dekat ataupun yang berada jauh dari kita. Kita terlahir sebagai makhluk sosial, kita tidak bisa hidup tanpa bantuan orang lain dan kita juga tidak bisa merasakan makna kehidupan yang telah dianugrahkan Tuhan tanpa upaya membantu sesama. Anda akan merasakan kebahagian jika kebahagian itu didapat dari upaya nyata anda. 

SOURCE

Share:

0 comments